Post Page Advertisement [Top]

UNESCO menetapkan Angklung sebagai situs warisan budaya Indonesia pada 16 November 2010. Untuk itulah, tanggal 16 November diperingati sebagai Hari Angklung Sedunia setiap tahunnya. Angklung adalah alat musik asli Jawa Barat. Sentra produksi angklung ada di beberapa daerah di Jawa Barat. Seperti Kabupaten Ciamis dimana desa Angklung juga berada. Dimana sebagian besar penduduknya membuat alat musik dari bambu.

Untuk yang belum tahu Kampung Angklung Ciamis, lokasinya ada di Kampung Nempel, Desa Panyingkiran, Kecamatan Ciamis. Berikut beberapa fakta tentang Kampung Angklung Ciamis:

Gerbang menuju Kampung Angklung di Kampung Nempel, Panyingkiran, Ciamis

1. Diumumkan sejak 2014
Kampung Angkung tidak hanya dimiliki oleh Saung Ujo di Bandung. Ciamis juga memiliki Kampung Angklung yang terletak di Desa Nempel, Desa Panyingkiran, Kecamatan Ciamis. Awalnya Kang Mumu Alimudin dan diumumkan sejak 2014.

Kang Mumu yang awalnya hanya seorang pekerja yang melakukan Angklung di Kota Banjar (dulu masih sebuah kecamatan, bagian dari Kabupaten Ciamis) pada tahun 1975. Mumu kemudian pindah ke desa Panyingkiran pada tahun 1992 dan memutuskan untuk memulai perusahaan produksi angklungnya sendiri.

Mumu kemudian mengajak warga tempat tinggalnya untuk memproduksi Angklung secara bersama-sama. Mengingat Mumu Angklung banyak diminati dan dipenuhi pesanan dari berbagai daerah.

“Alhamdulillah warga tertarik untuk ikut memproduksi angklung, kini secara bertahap sudah ada 100 warga yang dikuasakan memproduksi angklung,” kata Mumu.

Hampir setiap rumah warga Desa Nempel memproduksi Angklung. Mumu pun berinisiatif mendeklarasikan Kampung Angklung pada 2014. Hal itu sudah di bawah naungan Yayasan Kampung Angklung.

“Tahun 2014 dicanangkan Kampung Angklung Ciami. Tahun 2016 diresmikan oleh Pemerintah Kabupaten Ciamis. Alhamdulillah ketika sudah menjadi kampung angklung pesanan terus berdatangan dari berbagai daerah di Indonesia,” ujar Mumu.

 

 2. Produksi ratusan angklung setiap hari
Diakui Kang Mumu, pesanan angklung datang dari berbagai daerah, tidak hanya Jawa Barat. Desa Angklung Ciamis dapat memproduksi 800 Angklung setiap hari dari 100 penduduknya.

“Dulu bisa mencapai 800 Angklung setiap hari. Tapi sekarang, pascapandemi, pesanan umumnya sepi,” kata Mumu. Mumu menuturkan, sejak pandemi Covid-19 yang bermula dua tahun lalu, Kampung Angklung Ciamis juga ikut menderita. Karena pasar angklung adalah wisata.

"Sejak pandemi, produksi turun 80 persen. Tidak ada pesanan, termasuk pelatihan, karena kerumunan tidak diperbolehkan," kata Mumu.

Saat ini pesanan angklung mulai aman kembali seiring dengan semakin meluasnya pandemi Covid-19.

Mumu, Pengrajin Angklung

3. Banyak pohon bambu di Ciamis
Produksi angklung di Ciamis juga didukung oleh bahan baku yang melimpah. Beberapa daerah di Kabupaten Ciamis sendiri kaya akan pohon bambu, terutama di sepanjang aliran sungai penting seperti Citanduy. Anda juga tidak perlu khawatir dengan ketersediaan bahan baku.

“Mengenai bahan baku tidak perlu khawatir, masih banyak pohon bambu di Ciamis”, kata Mumu.

 

4. Menjadi Tempat Kunjungan Pelajar dan Mahasiswa
Kampung Angklung Ciamis juga telah berkembang menjadi pusat pendidikan bagi pelajar  dan mahasiswa. Mereka biasanya ingin melihat dan mempelajari bagaimana instrumen angklung dibuat.

Meski Kampung Angklung Ciamis belum membuka pelatihan khusus untuk siswa. - Banyak orang berasal dari sekolah. Datang dan saksikan, belajar angklung atau bermain. Tempatnya sempit saja,” kata Mumu.

 

5. Belum Memiliki Sanggar dan Paguyuban
Meski Kampung Angklung Nempel secara resmi disebut Kampung Angklung Ciamis oleh pemerintah setempat, nyatanya Kampung Angklung Ciamis belum memiliki sanggar.

Mumu juga berharap agar Kampung Angklung Ciamis mendapatkan sanggar ke depannya. Sanggar tersebut tidak hanya digunakan untuk pementasan angklung, melainkan juga berisi semua kesenian Ciamis.

Tunjukkan kepada pengunjung sesuatu yang dapat didemonstrasikan atau dipraktikkan. Misalnya, seni yang berbeda dapat ditampilkan dalam satu minggu di Angklung.

“Kami berharap ada sanggar. Selama ini belum terjadi. Sanggar itu diibaratkan mencicipi makanan enak. Demikian juga angklung harus dilakukan untuk menarik lebih banyak orang,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Bottom Ad [Post Page]